Kamis, 23 April 2009

Eksakta Minus Derita

Menyulap rumus dan teori matematika, fisika, dan pelajaran eksakta lainnya menjadi komik yang menyenangkan agar anak sekolah lebih paham pelajaran.

Abu paling benci pelajaran matematika. Karenanya, saat berdarmawisata ke museum dan gurunya mulai bercerita soal sejarah angka-angka, Abu langsung kabur memisahkan diri dari rombongan. Belum sempat ia bernafas lega tiba-tiba saja kaca di atap museum pecah berhamburan. Seorang pria terjatuh dari atap disusul seorang bersorban hijau, yang langsung memanggil seekor naga besar.

Ini naga matematika, dia hanya memakan jawaban matematika, kalau kau tidak bisa menjawab dia akan memakanmu," ujarnya. Abu harus cepat memberitahukan kepada naga angka terakhir yang diciptakan manusia. Jika tidak, naga bergigi besar dan runcing itu akan melahapnya.Inilah adegan pembuka buku komik berseri Asyik Belajar Matematika volume 1: Thales dan Misteri Piramida. Komik ini dibuat Kim Rin dengan ilustrasi yang dikerjakan oleh Biwon Studio. Versi Indonesia diterbitkan Bhuana Ilmu Populer.
Sosok Abu sebenarnya cerminan dari masa kecil Kim. Ia melihat ke masa lalu dan menemukan dirinya juga tak terlalu pandai dalam pelajaran matematika. “Saya teringat semasa kecil dulu, nilai matematika saya selalu jelek,” ujar Kim. Meski kesulitan dalam pelajaran itu, Kim mengingat dirinya selalu senang jika berhasil menyelesaikan soal-soal yang pelik. Kenangan itu membuatnya ingin membuat komik tentang matematika. Awalnya memang tak mudah lantaran ia harus membaca lagi semua buku pelajaran yang pernah membuatnya pusing tujuh keliling.
Karena melihat kisah petualangan dan sihir bisa menarik minat pembaca muda, Kim menyusun ceritanya dengan tema petualangan dengan tokoh yang jenaka dan menghibur. Ia pun memilih seting waktu di era Mesir dan Yunani kuno, ketika ahli matematika dianggap sebagai ahli sihir karena bisa mengukur lebar sungai tanpa menyeberanginya atau mengukur tinggi piramida tanpa memanjat ke puncaknya.
Gaya bercerita Kim tak kering karena ia rajin memberi ornamen kisah sejarah yang menyertai sebuah teori matematika. Saat bicara soal Phytagoras, misalnya, ia tak cuma bicara rumus menghitung sisi miring segitiga pada teorema Phytagoras tapi juga menceritakan perguruan matematika yang didirikan Phytagoras. Diceritakan betapa perguruan itu mirip perkumpulan rahasia agar temuan teori mereka tak bocor dan dicontek ahli lain.
Editor Bhuana Ilmu Populer, Deesis Edith M., menilai gaya bercerita itulah yang menjadi kelebihan komik buatan Kim. Ia melihat ada banyak hal yang diangkat Kim seputar sebuah teori atau rumus matematika yang tak pernah diajarkan di sekolah. “Ini membuat belajar matematika tak lagi kaku dan hanya penuh kegiatan menghafal rumus-rumus,” ujarnya.
Asyik Belajar Matematika merupakan salah satu judul dari serial Educomics yang mulai diterbitkan Bhuana Ilmu Populer sejak Mei 2006. Saat itu mereka menemukan manwha --sebutan komik di Korea --tentang sains buatan komikus Korea Selatan yang penuh warna dengan cerita dan karakter yang jenaka.
Deesis menjelaskan salah satu fokus perusahaannya adalah pada tema anak dan pendidikan. Begitu menemukan komik soal ilmu pengetahuan yang menghibur dan menarik buat anak, mereka langsung membeli hak terbitnya. Melihat pasar komik yang besar dan jarangnya komik yang bertema ilmu pengetahuan, Bhuana yakin komik sains akan diminati khususnya di kalangan siswa SD dan SMP yang menjadi target pasar utama.
Menurut Deesis, Bhuana cukup repot menerjemahkan komik asal negeri ginseng ini. Selain sulit mencari penerjemah, ada juga bagian-bagian cerita yang mesti diakali karena perbedaan budaya, misalnya penyebutan jenis makanan yang tak dikenal di Indonesia.
Harga "educomics" ini ada di kisaran Rp 30 ribu hingga Rp 70 ribu. Harga ini jauh melampaui komik-komik Jepang yang di bawah Rp 15 ribu. Ini lantaran ukuran bukunya lebih besar dan formatnya full color. Menurut Deesis, pihaknya mempertahankan format asli komik dari negara asalnya. Gambar yang penuh warna itu, katanya, akan lebih menarik perhatian anak.
Ternyata reaksi pasar sesuai harapan. Buku dalam serial "educomics" ini rata-rata terjual lebih dari 20 ribu eksemplar bahkan memasuki tahun ketiga ini pun mereka terus mencetak ulang setiap judulnya. Karena pasar berminat pada komik jenis ini, Bhuana yang sudah menerbitkan lima nomor Asyik Belajar Matematika akan meneruskan hingga nomor ke delapan.
Mereka juga melengkapi seri judul itu dengan lima nomor seri komik sains 3 Menit Belajar Pengetahuan Umum. Komik buatan penulis Kim Seok-Ho dan ilustrator Kim Seok-Cheon ini berbentuk komik strip dua halaman tentang sains. Komik berwarna ini menampilkan tokoh siluman kecil Ding Dong yang tinggal bersama Paman Penyihir di Desa Siluman. Ada pula si pinguin, Pinggu; dan Buxi dari Afrika yang tinggal berdekatan dengan Ding Dong.
Selain dua komik Korea ini masih ada juga serial Kyu Li. Salah satunya yang sudah diterbitkan Bhuana adalah petualangan Kyu Li dengan pangeran drakula yang menceritakan soal golongan darah. Lalu ada juga komik grafis Ilmuwan Super Max Axiom karya Emily Sohn yang ilustrasinya dibikin oleh Steve Erwin dan Charles Barnett III. Ada 12 seri belajar fisika, geografi, dan biologi bersama Max Axiom yang mampu mengecil sampai ukuran atom, berkacamata sinar-X, dan jas laboratorium yang membuatnya bisa bepergian menembus ruang dan waktu.
Menurut Deesis, Bhuana sengaja memilih komik sains yang menampilkan penjelasan ilmiah terhadap hal-hal yang bisa dilihat dan dijumpai dalam keseharian anak. Ia berharap dengan pengemasan yang menarik ini anak tak keburu alergi melihat pelajaran matematika atau sains. “Lewat buku-buku ini anak bisa melihat matematika dan sains itu sebenarnya menyenangkan untuk dipelajari,” kata Deesis.
Setali tiga uang dengan komik matematika, versi sains pun tidak kurang peminatnya. Buku-buku ini membanjiri rak-rak buku anak. Jika sebelumnya buku sains populer berbentuk ensiklopedia ringan dan menyasar pembaca prasekolah, maka kini karya-karya ini datang dalam bentuk cerita yang lebih serius dan membidik siswa sekolah dasar hingga sekolah menengah.
Jeremi, 10 tahun, termasuk yang sangat menyukai komik-komik sains. Menurutnya, buku-buku ini asyik dibaca. “Ceritanya lucu, pengetahuannya juga banyak,” ujarnya.
Berbeda dengan buku paket sekolah yang bikin jenuh, ia justru masih mengingat banyak isi komik itu. Asyiknya lagi, siswa kelas lima sekolah dasar ini sering terbantu dalam memahami pelajaran di sekolah berkat baca komik sains. “Kalau jam istirahat di perpustakaan biasanya berebut komik sains soalnya cuma ada sedikit,” kata dia.
Besarnya minat terhadap komik sains populer ini juga membuat fisikawan Yohannes Surya memakai pendekatan komik dalam mengenalkan sains kepada anak. Ilmuwan yang getol mendorong anak Indonesia agar mengikuti Olimpiade Fisika ini mengajak Megindo menerbitkan komik. Bedanya dengan komik sains Bhuana, ini asli Indonesia.
Yohanes bersama Li Indra Julian menciptakan karakter Archi & Meidy --komik ini meminjam nama Archimedes, ilmuwan Yunani kuno. Agar anak-anak senang, komik yang mulai terbit pada 2002 ini disajikan dengan bumbu jenaka.
Mizan pun pernah menerbitkan serial Komik Anak Sekolah yang berisi pembahasan fisika dan matematika. Salah satunya adalah Tahu Banyak Tahu: Keajaiban Suara, yang dibuat Ana Dewiyana. Komik sains ini bercerita tentang petualangan dua bocah, Fudena dan Manawe, dalam gua yang akhirnya membuat mereka lebih paham soal suara dan pantulan suara.
Pendekatan komik dipandang Manajer Redaksi Buku Anak dan Remaja Mizan Pustaka Benny Rhamdani memang paling pas untuk anak masa kini. “Anak sekarang sangat menyukai komik jadi memang yang paling pas dalam bentuk ini,” ujarnya.
Menurut Benny, pada awal 2005 ia banyak mendengar keluhan orangtua soal anaknya yang lebih suka komik ketimbang belajar. Benny bersama timnya lantas mempelajari keluhan ini dan menemukan di Jepang dan Korea komik justru dijadikan alat bantu dalam mengajarkan pelajaran, khususnya soal sains. Mizan lantas meluncurkan belasan judul Komik Anak Sekolah yang ternyata mendapat respon cukup baik. Setiap judul komik sains dan matematika tersebut rata-rata terjual hingga lebih dari 10 ribu eksemplar.
Namun dalam dua tahun terakhir Mizan menyetop penerbitan Komik Anak Sekolah. Penghentian itu, kata Benny, demi mengatur ulang strategi menghadapi manwha yang punya gambar menarik dan berwarna. Sementara komik sains Mizan masih hitam-putih.
Benny mengatakan dari pengkajian ulang itu Mizan kini menyiapkan serial Komik Bikin Pintar dengan format berwarna. “Gambarnya juga kami buat lebih menarik buat anak,” ujarnya.
Seri komik ini rencana baru akan terbit pertengahan tahun ini. Menurut Benny, meski bentuknya komik, Mizan tetap menganggapnya buku pelajaran. Karena itu lebih pas jika diluncurkan menjelang tahun ajaran baru.
Gelombang komik sains ini perlahan menenggelamkan model buku sains populer yang hanya memakai gambar sebagai ilustrasi dan didominasi penjelasan dalam bentuk tulisan. Buku-buku ini sempat membanjiri pasar pada 2003. Sebut saja seri Einstein Aja Ingin Tahu, terbitan Scientific Press. Kala itu buku sains populer berjudul asli How Come? itu belum menyajikan sains yang dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari. Penulisnya, Kathy Wollard dan Debra Solomon, menjadikan gambar hanya sekedar ilustrasi tambahan. Mereka membahas langsung masalah-masalah sains seperti tentang planet dan atom.
Kian renyahnya tampilan buku-buku sains memang mendukung upaya pengenalan "ilmu-ilmu berat" ini pada anak. Guru besar ilmu kimia University of Pittsburgh, Robert L. Wolke --penulis buku Einstein Aja Gak Tau!-- berpendapat sains sebenarnya menarik namun ada kelemahan besar yang selama ini ada pada pendidikan sains.
“Buku-buku sains di sekolah sering tidak disajikan secara menarik,” ujarnya. “Orang yang semula tertarik pun belakangan jadi kurang berminat,” ujarnya. Kalau sudah begitu, bagaimana mau berharap bisa mencetak banyak Einstein di masa depan?

Comments :

0 komentar to “Eksakta Minus Derita”

Posting Komentar

Yahoo! Messenger

 

Copyright © 2009 by Ocean Blue